Pages

Thursday, 25 August 2011

roadtrip: mudik bersama si kecil

ngedot nikmat di car seat
Meskipun kami bukan mudiker karena saya dan Edo sama-sama orang Jogja yang betah banget menetap di Jogja, tapi setiap lebaran H+3 kami juga melakukan perjalanan ke luar kota untuk menghadiri acara pertemuan keluarga besar ayah saya. Nggak jauh-jauh banget sih, hanya seputaran Jawa Tengah. Ke Semarang, Ambarawa, Salatiga, atau pulang kampung ke desa kelahiran ayah di Purwodadi Grobogan. Jarak tempuh dari Jogja paling jauh sekitar 150 km.

Dalam kondisi normal, jarak sejauh itu paling lama kami tempuh dalam waktu 4 jam perjalanan. Tapi pada hari raya, di mana jalur Jogja - Semarang termasuk jalur padat mudiker, kami bisa menempuhnya hingga 7 jam! Tahun lalu, saat acara pertemuan keluarga di Salatiga, waktu tempuh Jogja - Salatiga yang biasanya sekitar 2 jam menjadi 5 jam perjalan. Padahal, kami sudah memilih jalur alternatif, lewat Jatinom Klaten yang langsung nembus ke Boyolali kemudian ke Salatiga.

Thursday, 18 August 2011

train trip

Kereta eksekutif Madiun Jaya mulai beroperasi Juni 2011

Kayaknya sih, kereta api adalah moda transportasi yang sangat dikagumi oleh anak-anak. Barangkali karena gerbongnya yang panjang dan mengeluarkan bunyi yang aneh, berbeda dengan suara kendaraan bermotor, dan juga punya jalan sendiri berupa batangan besi panjaaangg banget. Anak-anak pun jadi terkesima ketika melihat kereta itu melintas di depan mata. Jangan heran jika di lintasan kereta api dekat jembatan layang Jogja, nggak jauh dari stasiun Lempuyangan, banyak orang tua yang mengasuh anak balita di sore hari. Termasuk saya dan Baby Bindi. Hehe...!
 
Saya memang suka mengajak Bindi nonton kereta api sambil nyuapin. Selain di lintasan kereta Stasiun Lempuyangan, seringnya saya mengajak Bindi ke Stasiun Tugu yang lebih bersih dan luas. Jadi Bindi bisa berlarian dengan riang sambil menanti kereta datang. Begitu kereta tiba, ia akan berteriak kegirangan sambil melambai-lambaikan tangannya yang mungil. "Kreta apii..kreta apiii...tuiiitt..ttuuiiittt..tttuuiiitt...!"

Setelah beberapa kali nonton kereta, juga sering nonton tayangan Chuggington, film animasi dengan karakter kereta seperti Thomas, saya pun mengajak Bindi plesiran naik kereta Prameks dengan rute Jogja - Solo beberapa hari lalu.

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Bindi naik kereta api. Saat usianya 13 bulan (November 2010), saya pernah mengajak Bindi ke Jakarta dengan kereta api dalam keadaan terpaksa. Terpaksa karena paska erupsi Merapi bandar udara Adisucipto sempat ditutup lebih dari dua minggu. Semua penerbangan dari dan ke Jogja dialihkan ke bandara Adisumarmo Solo dan bandara Ahmad Yani Semarang. Keterpaksaan lain, kondisi udara di Jogja masih berdebu, jadi mumpung saya lagi ada acara di Jakarta nggak ada salahnya ngajakin Baby Bindi sekalian. Itung-itung ngungsi sebentar, biar bisa menghirup udara yang lebih bersih (gara-gara erupsi Merapi,  udara Jakarta jadi lebih segar ketimbang Jogja!)

Dalam perjalanan Jogja - Jakarta dengan kereta Argo Dwipangga selama hampir 9 jam itu Bindi nggak rewel, bahkan bobok pulas di dada saya. Meski begitu ia belum bisa menikmati serunya naik kereta api karena perjalanan dilakukan pada malam hari. Baru beberapa menit kereta bergerak meninggalkan Jogja, Bindi sudah tertidur karena memang saatnya dia tidur malam. Begitu juga saat perjalanan pulang dari Stasiun Gambir ke Satasiun Tugu, belum naik kereta Bindi sudah tidur karena sudah lewat jam sembilan malam (kereta telat sekitar 2 jam saat itu).

Beberapa bulan setelah pengalaman pertama naik kereta malam itu, saya baru sempat mengajak Bindi nyobain naik kereta lagi meskipun cuma jarak dekat, satu jam perjalanan dengan kereta Prameks. Hari Sabtu siang itu kami sungguh beruntung karena bisa mencicip kereta eksekutif yang baru sebulan beroperasi, yaitu kereta eksekutif Madiun Jaya. Kereta ini melayani rute Jogja - Madiun sehari sekali dan rute Jogja - Solo sehari dua kali.

Siang itu kami tiba di Stasiun Tugu sekitar pukul 12.50 menit. Saat menengok jadwal kereta Jogja - Solo, ternyata ada pemberangkatan pukul 13.00. Segera kami berlari menuju loket untuk membeli tiket. Saat akan membayar, ternyata uang dua puluh ribuan yang kami sodorkan kurang untuk tiket 2 orang. "Lho, bukannya tiket Prameks per orang Rp 9.000?". Petugas loket tersenyum dan menginformasikan bahwa kami mengantri untuk kereta eksekutif dengan tarif Rp 20.000 per orang. Kami jadi terbelalak, ketinggalan berita nggak tahu kalau sekarang ada kereta eksekutif.

Saat naik ke gerbong kereta berwarna biru itu, saya makin terbelalak. Keretanya kereeenn..! Gerbongnya dingin pake AC, juga bersih, dan kursinya empuk (malah masih ada yang terbungkus plastik). Sudah begitu, kereta dengan kapasitas 500 orang itu lagi nggak banyak penumpang. Malah di gerbong yang kami tumpangi, nggak lebih dari 8 orang penumpang. Tentu saja Bindi ikutan girang karena gerbong yang lapang bisa membuatnya bebas hilir mudik dan berpindah tempat duduk.

Di sepanjang jalan, Bindi menikmati pemandangan dari jendela kaca yang lebar. Saat kereta mulai bergerak meninggalkan Stasiun Tugu dan melintas di atas Kali Code, Bindi berseru kegirangan. "Kaliii Cooddeee...!" Teriaknya sambil terus mengamati ke bawah. Jangan heran, Bindi memang sangat mengenal Kali Code. Nama sungai itu pertama saya kenalkan saat banjir lahar dingin di Kali Code. Sejak itu, setiap melihat jembatan dan sungai, Bindi selalu menyebutnya Kali Code. Juga ketika kami jalan-jalan ke Singapore River, Bindi menyebutnya Kali Code. Hehee...!

Jika bosan melihat pemandangan dari jendela kaca, Bindi turun dari tempat duduknya dan mengajak jalan-jalan menyusur gerbong. Saat akan melewati pintu penghubung gerbong, kakinya agak takut-takut melangkah karena bidang yang dipijaknya bergoyang-goyang.

Setiba di Solo kami hanya mencari makan siang di Solo Grand Mall lalu kembali lagi ke Stasiun Purwosari untuk naik kereta Prameks ke Jogja. Perjalanan pulang ini kami naik kereta Prameks reguler non AC dan berpenumpang padat. Kebetulan kami dapat tempat duduk di dekat pintu. Rupanya, saat kereta berjalan,  penumpang yang tidak mendapatkan kursi memilih duduk lesehan di area dekat pintu. Jadilah persis di bawah kaki saya, banyak orang yang menggelesot duduk. Bikin Bindi nggak bisa leluasa bergerak. Meski begitu, Bindi tampak enjoy. Malah bisa bercanda dengan penumpang yang gemes melihat tingkahnya.

Jadwal Kereta Prameks per Juli 2011

(jadwal kereta dicomot dari sini)

Wednesday, 17 August 2011

little indiana jones


Bindi di Candi Prambanan

Jalan-jalan di Candi Sambisari
Kami mulai mengajak Baby Bindi berwisata arkeologis setelah usianya 8 bulan ke atas. Saat itu Bindi sudah bisa duduk sendiri dengan nyaman dan sudah mulai tampak menikmati perjalanan. Bindi juga sudah bisa diajak berlama-lama di luar ruang selama beberapa jam. Setelah yakin dengan kondisi fisiknya yang cukup kuat, barulah kami mengajaknya jelajah candi.  

Candi pertama yang kami kunjungi adalah kompleks Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 3 km arah ke timur Candi Prambanan. Kompleks Candi Ratu Boko terletak di atas bukit. Jika menggunakan transportasi umum, penumpang akan turun di pinggir jalan raya Prambanan – Wonosari dan naik mendaki bukit. Lumayan ngos-ngosan, meski sudah dibuatkan tangga khusus untuk mencapai komleks candi. Paling enak memang menggunakan kendaraan pribadi, sehingga bisa langsung memarkir kendaraan di pelataran candi. Hemat energi, mengingat untuk menyusur kompleks Candi Ratu Boko ini yang cukup luas dan banyak tangga naik turunnya ini juga butuh energy ekstra. Apalagi sambil menggendong Baby Bindi.
Saat itu usia Bindi pas 8 bulan dan belum bisa berjalan, sehingga kami mengangandalkan ransel gendongan. Travel gear yang tepat digunakan untuk menjelajah kompleks candi memang ransel gendongan, bukan stroller. Stroller hanya akan membuat kita kerepotan karena jalan di kawasan candi biasanya tidak rata, bahkan ada beberapa anak tangga yang harus dilalui seperti di kompleks Candi Ratu Boko. Dengan ransel gendongan bayi, kita lebih leluasa menjelajah kompleks candi tanpa hambatan. 

Perjalanan pertama jelajah kompleks Candi Ratu Boko ternyata sukses. Bindi nggak rewel meski diajak berpanas-panas. Saat kami beristirahat di bawah pohon kelapa, duduk-duduk di atas batu-batu candi untuk membuka bekal makanan, Bindi juga tampak enjoy. Dia menyantap makanannya dengan lahap. Begitu kenyang dan kembali naik ke ransel gendongan, Bindi langsung tertidur. Dasar bocah! 

Setelah sukses melewati ujian petualangan candi, kami pun merencanakan trip ke candi lagi. Seminggu kemudian, kami mengajak Bindi ke Candi Prambanan ditemani travel gear andalan kami, ransel gendongan. Kompleks Candi Prambanan jauh lebih tertata daripada Ratu Boko yang lebih alami. Penataan Candi Prambanan yang berkonsep taman ini membuat kawasan candi terlihat lebih asri, bersih, dan bikin nggak berasa capek meski harus mengitari kompleks candi karena pintu masuk dan keluar jalurnya berbeda. 

Pada perjalanan kedua jelajah candi ini, Bindi makin terlihat daya tahan tubuhnya yang prima. Dia nggak bobok lagi di ranselnya. Malah mulai ngajak bercanda dengan narik-narik rambut saya atau bapaknya yang bergantian menggendong dengan ransel. Melihatnya tampak makin enjoy diajak bertualang kawasan candi, saya pun lantas mengagegendakan trip ke candi lainya, “kapan-kapan ke Borobudur, yuk,” ajak saya pada Edo yang langsung disetujui. Tinggal mengatur waktu bangun pagi saja, mengingat perjalanan dari Yogya ke Borobudur setidaknya butuh 45 menit. Artinya, kami harus berangkat pagi-pagi supaya sampai tujuan matahari belum terlalu tinggi. 

Sayangnya, belum sampai niatan ke Candi Borobudur kesampaian, erupsi Gunung Merapi yang terjadi sepanjang bulan Oktober 2010 lalu membuat kami perlu menunda agenda jelajah Candi Borobudur. Apalagi muntahan lahar dingin yang sempat berulang kali memutuskan jalur Yogya – Semarang, rasanya kami perlu menunda beberapa bulan atau tahun lagi deh. 

Kami pun mengalihkan trip ke candi-candi lain di sekitar Yogya. Ada puluhan candi-candi kecil yang menarik dijelajahi. Salah satunya adalah Candi Sambisari yang terletak tak jauh dari bandara Adisutjipto. Dari jalan raya Yogya – Solo, sekitar 1 km timur bandara, terdapat jalan ke utara menuju Candi Sambisari. Kira-kira 2 km jauhnya dari ruas jalan utama Yogya – Solo. 

Candi Sambisari ini sangat unik, karena terpendam di bawah tanah. Konon, candi ini ditemukan tanpa sengaja oleh seorang petani bernama Karyowinangun pada tahun 1966. Ketika ia tengah mencangkul sawah, tiba-tiba cangkulnya terantuk bongkahan batu. Saat ia mencoba menggali lebih dalam lagi, rupanya bongkahan batu itu penuh pahatan. Oleh dinas purbakalan, sawah milik Karyowinangun kemudian ditetapkan sebagai suaka purbakala.
Setelah melakukan penggalian dan penelitian selama kurang lebih 21 tahun, barulah terlihat wujud candi Hindu (Siwa) yang diperkirakan dibangunan pada abad ke-9. Rupanya akibat letusan hebat Gunung Merapi yang diperkirakan terjadi pada tahun 1006 M, candi ini jadi tertimbun lahar. Setelah ratusan tahun, lahar yang memadat itu menjadi permukaan tanah di mana di atasnya warga bercocok tanam. Itulah sebabnya, Candi Sambisari berada sekitar 6,5 meter di bawah permukaan tanah.

Saat mengunjungi  Candi Sambisari, Bindi sudah berusia 1,5 tahun dan sudah bisa berlarian. Kami sudah tidak perlu lagi membawa ransel gendongan, mengingat Candi Sambisari ini cukup mungil jika dibandingkan Candi Prambanan, Ratu Boko, dan Borobudur. Luas kawasan Candi Sambisari sekitar 50 x 48 meter, nggak bakal melelahkan buat Bindi. Kalaupun dia minta gendong saat menuruni atau menaiki tangga candi, bisa kami gendong tangan biasa, tak perlu dengan gendongan. 

Tips Jelajah Candi
·         Pilih waktu saat matahari condong ke timur (pagi) atau ke barat (barat) supaya tak terlalu terik. Loket candi biasanya sudah buku pada pukul 06.00 dan tutup pada pukul 17.30.
·         Gunakan travel gear yang nyaman seperti ransel gendongan. Jika tak memiliki, bisa menggunakan gendongan bayi jenis ransel yang diliangkan di punggung.
·         Payung dan topi jangan sampai ketinggalan ya.
·         Bawa minuman botol ekstra biar nggak dehidrasi di tengah jalan.
·         Diapers dan perlengkapan ganti sebaiknya juga dibawa serta, jangan ditinggal di mobil.